Selasa, 31 Desember 2019

SINTREN DAN CERITA MISTIS NYA


Nama ‘Sintren’ dalam tarian ini berasal dari suku kata ‘Si’ yang berarti dia dan ‘tren’ yang merupakan suatu panggilan dari seorang ‘putri’. Tarian ini berasal dari Pulau Jawa khusus nya di Cirebon. Sintren (atau dikenal juga dengan Lais) kesenian tari tradisional andalan masyarakat Jawa, khusus nya di Cirebon, karena Cirebon sebagai pencipta tarian sintren. Kesenian ini pun terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, yang utama yaitu di Cirebon, lalu Indramayu, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, Pekalongan. Kesenian sintren juga dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis atau magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.

Tarian Sintren menggambarkan kesucian sang putri atau sang penari. Masyarakat Cirebon meyakini tarian ini tidak boleh di tampilkan atau dilakukan secara main-main. Seorang penari hanya boleh membawakan tarian sintren dalam keadaan suci dan bersih. Makanya, sebelum melakukan 
pementasan sang penari harus melakukan puasa terlebih dahulu dan menjaga agar tidak berbuat dosa.
Sintren di perankan oleh seorang gadis yang benar-benar masih suci, dibantu oleh seorang pawang dengan diiringi alat music gending 6 orang. Penari Sintren juga harus melakukan puasa terlebih dahulu sebelum melakukan pementasan, hal tersebut dilakukan agar benar-benar suci dan bersih. Hal ini pula bertujuan agar roh Dewi Lanjar memasuki tubuh sang penari nanti tidak kesulitan. Ketika alunan music bernuansa mistis tersebut mulai diminainkan, kemudian sang pawang mulai beraksi dengan membacakan doa-doa atau mantra. Penari sebelumnya menggunakan pakaian putih dan kacamata hitam dengan kondisi terikat oleh tali. Setelah itu pawang memasukannya ke dalam kurungan tertutup dan memberikan kostum khusus. Kostum ini hamper mirip dengan kostum yang di gunakan untuk wayang orang.

Setelah pawang setelah membacakan doa-doa atau mantra, kemudian dupa di putar-putarkan di atas kurungan dengan iringan music tetap berjankan dan di mainkan. Pada akhirnya, pawang membuka kurungan tersebut dan terlihat penari nya sudah terlepas dari tali yang mengikatnya dan sudah mengenakan kostum yang telah di sediakan oleh pawang tersebut. Hal ini menjadikan keunikan dalam tarian Sintren.


Setelah itu penari akan langsung menari tanpa ada nya komando sebelumnya. Dengan suatu gerakan tangan yang sederhana dan kaki yang dihentak-hentak kan pertanda pertunjukkan sudah di mulai. Jika secara tidak sengaja penari melakukan kontak langsung dengan laki-laki maka penari sintren akan langsung pingsan. Nanti nya, pawang akan memasukkan roh kembali ke tubuh sang penari tersebut agar berdiri lagi.

Syair-syair yang mengiringi pagelaran Sintren tidak terlepas dari latar belakang yang mengikutinya. Yaitu kisah romantis yang tidak disetujui itu yaitu antara Raden Sulandono dan Sulasih. Misalkan kisah kasih romantis antara keduanya tersebut amat kental dalam pegelaran Sintren di wilayah Suku Jawa seperti di Kabupaten Batang serta Kabupaten dan Kota Pekalongan tidak begitu terasa di pagerlaran Sintren di wilayah Suku Cirebon walau dalam versi syair yang dilantunkan oleh Sanggar Seni Sekar Pandan, Kesultanan Kacirebonan masih menyelipkan nama Raden Sulandono dan Sulasih, namun pada praktik nya isi tarian nya tidak mengisahkan sama sekali tentang Raden Sulandono dan Sulasih, isi tarian  nya dan penjelasan nya justru malah bernuansa dakwah Islam.

Turun-turun Sintren yang kurang lebih syair nya sebagai berikut:
Turun-turun Sintren, turune widodari
Nemu kembang neng ayunan, kembange wijaya endah
Bul-bul kemenyan, widodari kang sukmo, ono Sintren jejogetan
Podho temuruno neng sukmo, ono Sintren jejogetan
Podho sinuyudhan, podho lenggak-lenggok surake keprok rame-rame
Sing nonton podho mbalang lendang karo Sintrenne njaluk bayar sawerane sa lilane
Arti dalam bahasa Indonesia nya kurang lebih
Turun-turun nya Sintren, turun nya bidadari. Menemukan bunga di depan rumah, bunga nya bunga Wijaya indah. Semua turun ke jiwa, ada sintrren menari nari. Asap-asap kemenyan membumbung, bidadari yang merasuk ke jiwa, semua turun lah. Semua bekerja sama, semua menari bersama, tepuk tangan bersama dengan ramai sekali. Semua yang melihat melempar selendang kepada sang penari sintren, sintren nya minta di bayar se ikhlas nya.

Tarian Sintren ini sangat unik, karena banyak yang mengatakan gerakan nya di luar kesadaran akal sehat, di iringi lagu dan beberapa alat musik sederhana. Yaitu: buyung, lodong bamboo, kecrek (terbuat dari sapu lidi), dan hihid (kipas). Sekarang hihid di ganti dengan karet yang berbahan dari sandal, namun menggugah selera untuk terus menerus menari. Tua muda melihat nya mengikuti, serta penuh antusias mengikuti nya, semua mata tertuju pada gerakan yang melambangkan kesederhanaan.
Tahap pemulihan Sintren. Tahap pertama, penari Sintren dimasukkan ke dalam kurungan bersama pakaian biasa (pakaian sehari-hari). Tahap kedua, pawang membawa anglo berisi bakaran kemenyan mengelilingi kurungan sambil membaca mantra sampai dengan busana Sintren dikeluarkan. Tahap ketiga, kurungan di buka, penari Sintren sudah berpakaian biasa dalam keadaan tidak sadar. Selanjutnya pawang memegang kedua tangan penari Sintren dan meletakkan di atas asap kemenyan sambil membaca mantra sampai Sintren sadar kembali, pertunjukkan Sintren selesai.

Dahulu pertunjukan Sintren sering dilakukan oleh para juragan padi sesaat setelah panen, sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan pertanian nya atau pada musim kemarau untuk meminta hujan. Sintren juga digunakan sebagai media dakwah. Sintren seperti halnya kesenian Cirebon yang lainnya juga di pergunakan oleh para wali untuk dakwah Islam dan mengajarkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, pada pagelaran Sintren di wilayah Kabupaten Cirebon, penari Sintren yang dalam keadaan tidak sadarkan diri dan kemudian menari, ketika di lemparkan uang dengan jumlah berapapun akan mengakibatkan atau membuat penari nya jatuh dan tidak bisa berdiri sendiri sebelum di dirikan oleh dalang sintren atau pawang sintren.

Sejarah kesenian Sintren yaitu Kesenian Sintren ini berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Bahurekso Bupati Kendal yang pertama hasil perkawinan nya Dewi Rantamsari yang di juluki Sewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri yang berasal dari Desa Kalisalak., namun hubungan asmara nya tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso, akhirnya Raden Sulandono pergi jauh untuk bertapa, dan Sulasih memilih diri nya untuk menjadi seorang penari. Meskipun demikian pertemuan antara Raden Sulandono dan Sulasih masih tetap terus berlangsung melalui alam ghaib.

Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke dalam tubuh Sulasih, pada saat itu pula Raden Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibu nya untuk menemui Sulasih dan setelah itu terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan Raden Sulandono melalui alam ghaib. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan Sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh seorang pawing nya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan benar-benar suci (masih perawan). Sintren juga mempunyai keunikan sendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat music nya yang terbuat dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika pada saat ditabuh dengan cara tertentu akan dan dapat menimbulkan suara yang khas.

Senin, 30 Desember 2019

SINTREN PENYAMPAI DAKWAH




Sintren adalah tarian yang terkenal di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Biasanya ditampilkan dalam perayaan khusus di masyarakat atau momen-momen tertentu di Keraton. Konon sintren merupakan kesenian rakyat yang di dalamnya mengandung unsur magis. Hal ini dapat dilihat dari adegan pemanggilan roh bidadari yang dilakukan oleh pawang untuk merasuk ke dalam tubuh penari sintren. Sintren adalah sebutan untuk peran utama bagi penari Sintren, akhirnya sebutan itu menjadi salah satu nama jenis kesenian, yaitu Sintren.
Menurut  Mamad Nurahmad selaku budayawan Sintren, seni tari ini tercipta dari kondisi masyarakat pesisiran. Menurut Warta, selaku anggota seni Sintren, ada beberapa persepsi mengenai Sintren. Sintren berasal dari kata Sasantrian yang artinya meniru santri ketika bermain Lais, Debus, Rudat yang memakai magic (ilmu Ghaib). Ada juga yang mengartikan sintren asal kata dari Sinatria, yaitu meniru Satria yang baik dari pakaian maupun gerak-geriknya. Ada juga yang mengatakan Sintren berasal dari kata si intrian, yang berarti bidadari perempuan karena tarian Sintren dengan selendangnya menyerupai bidadari.
Secara teknis, pertunjukan ini dimulai dengan seorang perempuan (penari Sintren) yang memakai baju biasa, diikat tubuhnya, lalu dimasukan kedalam kurungan ayam. Melalui iringan musik Sinden dan gamelan, perempuan tersebut keluar dari kurungan tersebut dalam keadaan lepas ikatan, memakai kostum dan matanya tertutup kain hitam. Namun seiring perkembangan zaman, penari sintren kini memakai kacamata hitam. Kemudian sambil menari, sang sintren akan disawer (dilempari) dengan uang oleh penonton. Saat uang saweran mengenai tubuhnya, ia akan terjatuh pingsan, kemudian sang pawang akan menghampiri untuk menyembuhkannya. Kemudian pertunjukan berakhir ketika sang penari Sintren masuk kembali pada kurungan tersebut. Lalu Sang Penari sintren keluar dari kurungan memakai baju biasa tanpa kostum dan kacamata hitamnya.
Dugaan bahwa pertunjukan mengandung unsur magis dan syirik dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan atas makna filosofis dari pertunjukan tarian Sintren. Bapak Nuramad dan Warta selaku budayawan dan pemain sintren pernah membantahnya. Mereka menjelaskan bahwa Tarian Sintren pada awalnya adalah dakwah Islam melalui Seni budaya. Makna filosofis yang hendak disampaikan bahwa Tarian Sintren merupakan penerjemahan dari ajaran Islam tentang awal penciptaan Manusia.
Pada awalnya penari Sintren tidak memakai kostum adalah tanda tentang awal kelahiran manusia yang bersih, suci dan fitrah. Saat penari diikat, bermakna ikatan sosial yang berada di dunia, bahwa setiap manusia diikat oleh aturan-aturan norma masyarakat. Saat dimasukan pertama kali kedalam kurungan bermakna kehidupan manusia di dalam rahim. Kemudian ketika penari Sintren keluar dan menari memakai kostum adalah tanda kemewahan dunia. Kostum yang dipenuhi pernak-pernik menyerupai kehidupan duniawi yang gemerlap.
Ketika memakai kacamata hitam adalah tanda kehidupan dunia ‘membutakan’ manusia. Ketika penari sintren jatuh pingsan pada saat dilempari uang bermakna bahwa kekayaan (uang) bisa seketika membuat manusia terjatuh dan hancur. Ketika dikurung kembali setelah pingsan adalah tanda bahwa manusia akan kembali menjadi bagian makrokosmos. Bahwa manusia merupakan dari bagian jagat raya ciptaan Allah Swt. Saat pertunjukan berakhir, penari sintren keluar dari kurungan tanpa memakai kostum, bermakna bahwa manusia akan kembali pada keadaan semula seperti selembar kain putih yang dipakai ketika dikuburkan. Sehingga segala kemewahan (kostum) bersifat sementara. Cara dakwah yang cukup rumit ini merupakan kolaborasi antara kreasi, kekuatan intelektual, pemahaman budaya yang mendalam serta penelusuran aspek religiusitas Islam yang dijalankan oleh para Wali Songo ketika berdakwah atau melakukan Syiar Islam.
Tentu sangat sulit membayangkan bagaimana caranya melakukan dakwah kepada masyarakat Pesisir Jawa yang penuh ritual mistis tanpa melakukan kreasi demikian. Hal ini menandakan betapa cerdasnya para pendakwah Islam di Nusantara 500 tahun yang lalu. Mengkreasikan dakwah Islam menjadi suatu ajaran yang luas, tanpa harus mempersempitnya.
semua elemen yang ada pada kesenian sintren, sebenarnya hanya sebuah simbol belaka. Masyarakat kata dia, boleh saja menafsirkan sendiri simbol-simbol tersebut. "Kesenian itu kan bersifat netral, tergantung orangnya menafsirkan untuk kebutuhan apa," ujarnya. Sejarah kesenian sintren sendiri menurut Bambang masih menyisakan misteri. Sebab, jika berbicara tentang sejarah, maka setidaknya harus ada sesuatu yang membuktikannya, baik itu berupa catatan atau benda-benda peninggalan di zaman itu. Menurutnya, sintren pada awalnya, merupakan sarana hiburan bagi masyarakat nelayan yang ada di pesisir Subang hingga Jepara. "Sintren berjalan begitu saja.
Awalnya hanya sebagai sarana hiburan bagi masyarakat nelayan yang ada di pesisir Subang hingga Jepara," tutur Bambang. Lantas, bagaimana agama Islam memaknai kesenian sintren ini?. Ulama sekaligus pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Buntet Cirebon, KH Adib Roffiudin menjelaskan, secara syariat, kesenian sintren sejatinya tidak melanggar. Sebab, seni tari itu hanya menjadi sarana hiburan masyarakat semata. "Secara adat sintren ini tidak melanggar syariat, karena hanya menjadi tanggapan (hiburan) masyarakat," kata Kiai Adib.

TARI SINTREN PENUH DENGAN FILOSOFI





Inilah Tari Sintren, tarian tradisional dari Cirebon yang kaya dengan filosofi hidup.

Saat penari keluar dari kurungan, penonton dibuat takjub. Pasalnya, penari berhasil lolos dari ikatan dan sudah berganti pakaian. Kemudian musik langsung menyambutnya, penari pun langsung berjoget. Uniknya, setiap ada penonton yang sawer dengan cara melemparkan uang ke penari, penari langsung terjatuh dan berhenti menari. Seterusnya pun begitu.

Selama libur lebaran kemarin, pengelola Goa Sunyaragi mempertunjukkan tari sintren kepada para pengunjung. Antusiasme pengunjung untuk menonton sintren pun terbilang tinggi.

Tari sintren memiliki makna filosofis tentang kehidupan. Sultan Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrat mengatakan tak ada unsur mistis dalam tarian sintren. Arief mengatakan tari sintren memiliki makna bahwa manusia kerap lupa diri ketika sudah bergelimang harta.

"Sintren adalah pertunjukkan seni yang di dalamnya memiliki makna filosofis yang mengingatkan kepada masyarakat bahwa seseorang bisa lupa diri karena nafsu duniawi," kata Arief saat ditemui di kompleks Goa Sunyaragi, Kota Cirebon, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Kemudian si pawang akan membacakan mantra sambil diiringi musik dan lagu Kembang Terate, Gulung-Gulung Klasa, Turun Sintren, Simbar Pati, Kilar Blatar dan lainnya. Lagu dan musik yang mengiringinya dipercaya dapat mendatangkan roh bidadari. Setelah si pawang selesai membacakan mantra, kurungan dibuka dan ajaibnya si gadis penari itu sudah berubah cantik dengan kostum penari menggunakan kacamata hitam. Lantas si gadis pun menari dengan gemulainya.
karung besar betuk karung yang melengkung berusah meninggkatkan pada manusia yang menyaksikan bahwa bentuk melengkung itulah bentuk dari fase hidup manusia dimana manusia dari bawah akan berusha menuju puncak, namun setelah berada di puncaknya manusuia akan kembali menjadi tanah, dilahirkan dalam keadan lemah akan kembali pada keadaan yang lemh pula, sajen, tali, duit (uang) uang mempunyai makna di dalam kehidupan manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah ke duniawi akan membuat manusia jatuh, dan kemenyan sebagai doa pemanggilan roh bidadari. Sebelumya tanggalnya di ikat terlebuh dahulu okeh semua pawang dalam keadaan tidak berdandan. Kemudian, sang pawang memasukan gadis tersebut kedalam karung yang sempit.
Ajaibnya, setelah karung bergetar, si gadis penari pun keluar dari dalam karung sempit itu, dengan penamilan yang berbeda dari sebelumnya. Penampilannya sudah keadaan berdandan cantik dengan menggunakan kacamata hitam. Penari sintren ini menari tanpa kendali atau menari dalam keadan seperti orang kesurupan karena sudah dimasukan roh bidadari.
Meskipun tarian ini terkesan mistis, ada sebuah filosofis yang terkandung di dalamnya. Dalam kehidupan, manusia lahir dalam keadaan suci dan bersih tanpa sehelai benang. Sementara kurungan tersebut melambangkan dunia dan tali merupakan sebuah lambang ikatan batin kepada Tuhan. Tarian ini biasa dipertontonkan jika ada acara budaya tertentu.

Sintren (Sekar Pandan)

         
        
             Salah satu snaggar di Cirebon yaitu Sanggar seni Sekar pandan tetap berdiri kokoh selama puluhan tahun untuk mengajarkan seni tradisional. Sanggar Seni Sekar pandan ini mengembakan seni tari tradisional, seni rupa, seni musik, dan suara. Sanggar Seni Sekar Pandan merupakan sanggar seni yang mengajarkan berbagai kesenian khas Cirebon, sanggar ini merupakan sanggar yang didirikan oleh Bapak Elang Heri Komaharadi pada tanggal 05 mei 1992 dibawah binaan keraton Cireob, sanggar ini sudah berdiri sekitar 7 tahun lamanya yang beralamat di RT04/RW02, komplek Kraton Kacirebonana No.74 Desa Sekar pandan tepatnya di Pasar Jagasatru. Nama Sekar pandan memiliki makna "sekar" yang artinya bunga dan "pandan" yang artinya daun pandan artinya, sekar apndan merupakan bunga pandan yang memiliki harum dan dapat disimpulkan bahwa sanggar ini bisa seharum dan sewangi bunga pandan. Nama sekar pandan juga diambil dari tokoh pewayangan Puna Kawan yang memiliki karakter rajin, humoris, dan memiliki kesetiaan yang kuat dari situlah nama sekar pandan tercipta dengan harapan bahwa sanggar seni sekar pandan dapat seperti karakter pewayangan "Puna Kawan".
          Sanggar ini mengajarkan banyak sekali seni tari, salah satunya adalah tari sintren, nama Sintren dalam tarian ini berasal dari suku kata "Si" yang berarti dia dan "tren: yang merupakan panggilan dari seorang "putri" tarian sintren ini berasal dari Pulau Jawa khususnya di Cirebon. Tarian sintren meskipun tarian yang berasal atau khas dari Cirebon tapi beberapa daerah lain juga diketahui melakukan atau menpunyai tarian yang sama. Misalnya Indramayu, Majalengka, Banyumas, Kuningan, Tegal, Pemalang, dan wilayah Jawa Tengah yang lainnya. Tarian Sintren dibeberapa kota ini tak memiliki perbedaan yang mencolok kurang lebih hampir sama.
          Setiap hal pasti punya sejarahnya sendiri. Sintren pun demikian sejarah yang melatar belakangi tarian ini adalah kisah cinta antara Raden Sulandono dan Putri Sulasih yang berasal dari Desa kalisalak. raden Sulandono merupakan putra dari Ki Bahurekso bupati Kendal dengan Dewi Rantamsari, ataub dikenal sebagai Dewi Lanjar. Hubungan asmara antara Raden Sulandono dan Sulasih tidak disetujui oleh Ki Bahurekso. Akhirnya Sulasih mengabdikan dirinya sebagai penari sedangkan Raden Sulandono pergi pertapa. 
          Roh ibu dari Raden Sulandono yaitu Dewi Lanjar sedang mengatur pertemuan antara Raden Sulandono dengan Sulasih, ia memasukkan roh bidadari pada tubuh Sulasih untuk memanggil Raden Sulandono, anaknya yang saat itu sedang bertapa Raden Sulandono dan Sulasih tetap bertemu walaupun di alam gaib hingga saat ini, sejak saat itu msyarakat mengadakan tarian sintren disetiap acara-acara tradisional.
          Tarian  sintren ini dilakukan oelh gadis perawan yang diiringi enam orang pemain dendang. Musik yang dimainkan tidak hanya gendang saja, melainkan alat musik yang berbahan gambyung atau lembikar serta kipas dari bambu sehingga dapat menimbulkan musik yang khas. Unsur-unsur tarian ini memiliki simbol masing-masing. Penari sintern, yaitu sigandis perawan fokus sebagai pemain utamanya. Perlengkapa tarian seperti kurungan besar, sesaji, tali dan kemenyan sebagai doa pemanggil roh bidadari. Gerakan sebagai simbol roh bidadari telah masuk dalam tubuh si gadis. Iringan musik tradisional dan tata rias penari disimbolkan bahwa si gadis telah dikendalikan oleh roh bidadari. Pakaian yang dikenaka biasanya menggunakan baju golek dan celana cinde.
          Awalnya tengan gadis penari ini diikat oleh semua pawang dalam keadaan tidak berdandan, kemuadian mereka memasukkan gadis itu kedalam kurungan sempit. Ajaibnya setelah urungan bergetar, maka si gadis penari itu keluar dari kurungan yang berbeda dari keadaan semula. Tangan gadis yang semula terikat sekrang sudah tidak terikat lagi. Penampilannya sudah berdandan cantik dengan mengenakan kacamata hitam. Gadis penari Tarian Sintren ini siap menari tanpa kendali atau menari dalam keadaan kesurupan.

PEBEDAAN SINTREN PEKALONGAN DAN SINTREN PEMALANG




 Mistis dan unik ialah hal yang melekat pada salah satu kesenian sintren. Khas dari  Daerah Pesisir. Penarinya menggnakan kostum unik yang dilengkapi kacamata hitam dan kurungan ayam sebagai alat peraga  bagi si penari. Yang menjadi keunikan sekaligus ciri dari Kesenian ini adalah ketika sang penari di lempar uang, maka ia akan mendadak berhenti dan tak sadarkan diri hingga sang pawang merapal mantra lagi.
Bagi tiap-tiap daerah memiliki cara dan aturan bermain tersendiri dalam hal aksi panggung para Sintren nya. 
1.Gerak Goyangannya
Gerak goyang dari penari sintren dipengaruhi oleh jenis musiknya ( maksud saya rancak gendang yang mengiringi lagu), semakin rancak maka semakin heboh goyangan tari dari penari Sintren. Sebagai contoh Sintren dari Pemalang sangat energik dan heboh (seiring tabuhan gendang), hingga membuat para penonton serasa diajak bergoyang bersama. Tetapi Tarian dari Sintren Pemalang lebih mirip seperti goyangan Dangdut Pantura,
Unik lagi Sintren Pemalang ada penari cowoknya yang terus mengimbangi gerak tarian dari penari perempuan dengan tak sadarkan diri.
Sedangkan goyangan dari Penari Sintren Kota Pekalongan, tetap mengikuti rancak gendang namun lebih kalem. Dalam tariannya, sintren dari Kota Batik ini pada interval waktu tertentu akan berhenti, dan sang pawang akan mengebulkan kemenyan agar sang penari mau bergoyang lagi.
2.Atraksi Panggung
Perlu sobat cintapekalongan ketahui, bahwa Kesenian Sintren bukannya hanya berbicara menari saja, namun ada sedikit atraksi panggung tersendiri. Nah, hal ini yang menjadi salah saru pembeda dalam variasi Kesenian Sintren Pekalongan dan Pemalang. Pertama saya melihat atraksi dari penari Sintren Pemalang yang beratraksi dengan naik ke “Kurungan” dengan cara biasa, yakni kedua penari (pria dan wanitanya) naik dan menari diatas kurungan tersebut. Tetapi pada Seni Sintren Pekalongan, untuk menaiki kurungan tersebut, sang penari akan berlari dan melompat hingga berhasil berdiri diatas kurungan. Tak cuma sekali, namun diulangi hingga beberapa kali.

3.Dalam Hal Kostum
Kostum dari para Sintren pada umumnya tak jauh berbeda. Kacamata hitam dan selendang selalu menjadi hal wajib. Namun jika sobat cintapekalongan memperhatikan betul akan ada perbedaan dari tatanan rias alias “make up” masing-masing sintren. Pada Sintren Pekalongan, hiasan bunga yang dipakai adalah rangkaian bunga melati, sedangkan pada Sintren Pemalang adalah bunga kamboja putih. Sedikit mengenai tata letak bunga, sobat pekalongan bisa mengamati kalau milik Pekalongan ada di samping pelipis mata, sedangkan Pemalang di pasang mulai dari atas kepala penari, juga pada lehernya ( Sintren Pekalongan tidak memakai kalung bunga).
Kemudian kita amati ikat kepala sang penari, tentu sekilas tidak ada yang berbeda kecuali motif bordirannya, namun jika sobat mengamati lebih jeli maka akan menemukan pembedanya. Di ikat kepala Sintren Milik Pekalongan, tidak ada tirai-tirai kecil yang berada di samping antara mata dan telinga. Nah, kalau Sintren milik Pemalang ikatan kepala sang penari di hiasi dengan manik-manik berbentuk tirai kecil.
Selain hal diatas, Jika penari Sintren Pekalongan menggunakan baju khusus penari, sendangkan penari Sintren Pemalang hanya menggunakan kaos oblong biasa yang diberi selendang batik melingkar dari lehernya.
4.Lagu Pengiringnya
Meski sama-sama menggunakan alat musik gamelan, namun pada kenyataannya lagu-lagu yang dibawakan oleh para pengiring Sintren tiap daerah berbeda pula. Bisa saya infokan kepada sobat cintapekalongan, bahwa lagu-lagu yang dibawakan dari Sintren Pemalang merupakan lagu daerah pada umumnya, namun dengan sentuhan gendang yang rancak. Sementara lagu atau musik dari Sintren Pekalongan lebih slow mirip tembang yang dibawakan sinden pada pagelaran wayang kulit, namun syair-syair nya bermuatan lokal Kota Pekalongan. Di Sintren Pekalongan, setiap lagu memiliki segmen tertentu, seperti pembukaan, inti, ngamen (sawer), dan penutup.
Secara keseluruhan Kesenian Sintren sama-sama ada pawang, ada kurungan ayam, ada penari berkaca mata hitam hanya berbeda pada aksesoris dan praktiknya