Musik adalah suara yang disusun sedemikian rupa sehingga
mengandung irama, lagu, nada, dan keharmonisan terutama dari suara yang
dihasilkan dari alat-alat yang dapat menghasilkan irama Walaupun musik adalah
sejenis fenomena intuisi, untuk mencipta, memperbaiki dan mempersembahkannya
adalah suatu bentuk seni. Mendengar musik adalah sejenis hiburan. Musik adalah
sebuah fenomena yang sangat unik yang bisa dihasilkan oleh beberapa alat music.
Musik
dikenal sejak kehadiran manusia modern Homo sapiens yakni sekitar
180.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. Tidak ada yang tahu kapan manusia mula
mengenal seni dan musik. Dari penemuan arkeologi pada lokasi-lokasi seperti
pada benua Afrika, sekitar 180.000 tahun hingga 100.000 tahun lalu telah ada
perubahan evolusi pada otak manusia. Dengan otak yang lebih pintar dari hewan,
manusia merancang pemburuan yang lebih terarah sehingga bisa memburu hewan yang
besar. Dengan kemampuan otak seperti ini, manusia bisa berpikir lebih jauh
hingga di luar nalar dan menggunakan imajinasi dan spiritual. Bahasa untuk
berkomunikasi telah terbentuk di antara manusia. Dari bahasa dan ucapan
sederhana untuk tanda bahaya dan memberikan nama-nama hewan, perlahan-lahan
beberapa kosakata muncul untuk menamakan benda dan memberikan nama panggilan
untuk seseorang.
pada
masa lalu alat musik yang mengiringi pagelaran sintren merupakan jenis-jenis
alat musik yang terbilang sederhana, diantaranya adalah ;
- Buyung, alat musik semacam gendang yang terbuat dari tanah liat dengan ditutup lembaran karet diatasnya. Penggunaan alat musik buyung inilah yang melatarbelakangi sebagian penari sintren pada masa lalu disebut sebagai ronggeng buyung (ronggeng yang diiringi oleh alat musik buyung)
- Tutukan, alat musik yang terbuat dari bambu panjang dan besar yang pada masa sekarang disamakan fungsinya dengan alat musik bas.
- Bumbung, alat musik yang terbuat dari ruas-ruas bambu yang berukuran kecil yang pada masa sekarang disamakan fungsinya dengan gitar melodi atau sejenisnya.
- Kendi, alat musik yang terbuat dari tanah liat yang berfungsi sama dengan gong.
- Kecrek, alat musik yang berfungsi sebagai pengatur ritme nada.
Pada
perkembangannya di masa-masa kemudian, baju penari sintren kemudian berubah
menjadi mengenakan baju golek yakni pakaian yang mirip dengan yang
dikenakan oleh wayang golek sebagai atasannya, namun bawahannya tetap
menggunakan kain batik dan celana cinde serta masih menggunakan jamang,
kaos kaki dan kacamata hitam sebagai pelengkapnya, perubahan tidak hanya
terjadi pada bentuk pakaiannya saja, instrumen pengiringnya juga bertambah dari
yang tadinya hanya berisikan buyung, tutukan, bumbung, kendi
dan kecrek kemudian dilengkapi dengan penambahan instrumen gamelan
Cirebon sebagai pelengkapnya.
Alat music
dari Cirebon :
GongSekati
MUSIK yang hanya digelar setahun sekali pada awal Rabiul Awal ini dikenal dengan nama "gong sekati". Satu rentetan musik yang terdiri atas gamelan Jawa (Cirebon) yang hanya ada di Keraton Kanoman. "Gong sekati" merupakan ucapan lidah lokal Cirebon yang berarti gong syahadatain. Istilah sekaten juga ada di Keraton Yogya dan Surakarta yang digelar pada saat Grebeg Mulud. Lagunya sederhana "Bango Butak" yang mirip iringan gamelan renteng penyambut tamu agung.
MUSIK yang hanya digelar setahun sekali pada awal Rabiul Awal ini dikenal dengan nama "gong sekati". Satu rentetan musik yang terdiri atas gamelan Jawa (Cirebon) yang hanya ada di Keraton Kanoman. "Gong sekati" merupakan ucapan lidah lokal Cirebon yang berarti gong syahadatain. Istilah sekaten juga ada di Keraton Yogya dan Surakarta yang digelar pada saat Grebeg Mulud. Lagunya sederhana "Bango Butak" yang mirip iringan gamelan renteng penyambut tamu agung.
Gamelanrenteng
Pada seni musik, gamelan sekaten memberikan ilham terhadap seniman saat itu untuk membangun sebuah gamelan pengiring penerima tamu agung. Gamelan itu dikenal sebagai "gamelan renteng". Catatan Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Cirebon (1992/1993) menyebutkan, gamelan ini pemberian dari Mataram untuk Cirebon, dibawa Ki Ageng Gamel Syekh Windu Aji pada masa Sunan Gunung Jati. Gamelan renteng disebut juga "gamelan dawa". Berasal dari dakwah, yang berarti gamelan tersebut sebagai alat dakwah.
Pada seni musik, gamelan sekaten memberikan ilham terhadap seniman saat itu untuk membangun sebuah gamelan pengiring penerima tamu agung. Gamelan itu dikenal sebagai "gamelan renteng". Catatan Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Cirebon (1992/1993) menyebutkan, gamelan ini pemberian dari Mataram untuk Cirebon, dibawa Ki Ageng Gamel Syekh Windu Aji pada masa Sunan Gunung Jati. Gamelan renteng disebut juga "gamelan dawa". Berasal dari dakwah, yang berarti gamelan tersebut sebagai alat dakwah.
AngklungBungko
Sebenarnya musik ini merupakan musik dan tarian perang (baca: tawuran) antarwarga desa pada masa awal Islam. Bungko merupakan sebuah desa yang terletak di pinggir pantai. Sebagian besar masyarakatnya bermata pencarian sebagai nelayan. Dari desa itulah "angklung bungko" lahir. Alat musik yang digunakan dalam kesenian ini adalah angklung. Bentuknya hampir sama dengan angklung Sunda masa kini.
Tarling
Kesenian yang satu ini merupakan puncak kreativitas seniman Cirebon dalam merombak tradisi gamelan menjadi gitar dan suling. Tarling lahir diperkirakan sejak masa pos-kemerdekaan, yakni sekitar tahun 1945-an. Semula kesenian ini merupakan bagian dari kesenian pribadi untuk merayu gadis atau janda pada masa itu. Lagu-lagu yang dibawakannya bersifat improvitaris, seadanya, dan seketemunya. Pada periode berikutnya tarling digubah dalam bentuk "kiseran" (balada). Muncullah opera rakyat Cirebon. Salah satu kiser terkenal, di antaranya "Kiser Saidah Saini" berikutnya "Kiser Baridin dan Ratminah" Berbarengan dengan itu tarling terus mengalami perubahan dalam perjalanannya.
0 komentar:
Posting Komentar