Asal muasal nama sintren salah satunya berasal dari kata
sindir (bahasa indonesia sindir) dan tetaren (bahasa indonesia yang artinya
pertanyaan melalui syair-syair yang perlu dipikirkan jawabannya) maksudnya
adalah menyindir dengan mengunakan sajak-sajak atau syair-syair, sementara di
wilayah Indramayu sintren disebut sebagai laris (dalam bahasa indonesia
artinya suci) yang kependekan dari nama asalnya yang dalam bahasa Cirebon
dialek Indramayu disebut sebagai wari laris ( dalam bahasa indonesia artinya
air yang suci) yang dimaknai sebagai para pemuda dengan niat yang suci. Menurut
masyarakat sekitar Sintren bersal dari dua kata yaitu Si yang berarti “sang”
dan Tren yang berarti “putri”. Jika digabungkan dua kata tersebut Sintren yang
artinya sang putri.
Sintren atau lais adalah kesenian
tradisional yang tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat biasa. Hal ini tampak jelas dari kesederhanaan
pada alat atau waditra, perlengkapan, busana, syair lagu, dan tata cara pertunjukanya. Kesenian sintren,
hidup dan berkembang mengikuti arus kemajuan jaman, serta dimanfaatkan menurut
situasi dan kondisi serta kebutuhan zaman
itu sendiri. Zaman pengaruh Hindu-Budha, zaman perkembangan perkembangan Islam, zaman penjajahan, zaman kemerdekaan dan zaman sekarang
ini sangat mewarnai pertunjukan kesenian sintren.
Pada zaman penyebaran agama Islam berbeda jauh dengan zaman
pergerakan melawan penjajah, pada zaman pergolakan merebut kemerdekaan
kesenian, sintren merupakan salah satu jenis kesenian yang dipergunakan sebagai
alat perjuangan untuk mencapai cita-cita pertunjukanya berisi didikan yang berbentuk sandi
(ungkapan terselubung), yang tersirat dan tersurat didalam lirik lirik lagu
yang dinyanyikan. kesenian sintren sebagai seni tradisional warisan nenek
moyang, didalamnya terkandung falsafah nilai nilai luhur yang mempunyai makna
yang dalam dan turut memperkaya khasanah budaya bangsa kita.
LATAR
BELAKANG
Zaman
animisme dan dinamisme
Menurut dugaan kesenian sintren atau lais
pada zaman itu digunakan sebagai salah satu alat untuk mendekatkan diri dan
berkomunikasi dengan arwah para leluhur . Hal ini terlihat dalam pertunjukan kesenian sintren selalu mengutamakan sarana sajian atau sesaji
untuk dipersembahkan pada arwah leluhur mereka, agar mendapat perlindungan dan
pertolongan dalam kehidupan didunia dan akhirat, menurut nyi wakayah , salah
seorang tetua didesa bojong kecamatan kelangenan mengatakan bahwa pada zamanya
sintren atau lais dipertunjukan untuk kepentingan berbagai masalah kehidupan
baik yang bersifat umum maupun pribadi,
misalnya masalah nasib , musibah , usaha, pertanian, dan sebagainya.
Menurut keyakinan mereka setiap permohonan mereka akan di kabulkan dengan
turunya dewa dewi dari khayangan sebagi mana yang di ungkapkan dalam beberapa
syair lagu seperti contoh dibawah ini :
Rame
rame ta wari lais (rame rame pemain lais)
Widadari
temurunan (bidadari turunlah )
Manuk
puter pada muni (burung puter sama bunyi)
Perkutut
manjing kurungan (burung perkutut masuk kurungan)
Sair diatas merupakan sisa kepercayaan lama
yang turut mewarnai atraksi pertunjukan sintren atau lais ..
Zaman
pengaruh hindu-budha
Pertunjukan sintren pada zaman Hindu Budha
tercermin dalam lagu yang bersyair sbb :
Kembang
jahe laos (bunga jahe laos)
Kecampur
kembang kemuning (tercampur bunga kemuning)
Arep
balik age elos (mau pulang silahkan pergi)
Mengkosore
menea maning (nantisore kesini lagi)
Menurut ki katrok salah seorang kakek
dibojong mengatakan bahwa kata balik (pulang) yang dimaksud dalam syair diatas
artinya mati . kata menea maning (kesini lagi = kembali lagi ) maksudnya adalah
hmenitis kembali atau lahir kembali , dalam keyakinan agama hindu budha manitis
manuksa manjalma .
Zaman
perkemabangan agama Islam
Priode zaman perkemabangan agama Islam
lebih banyak mempengaruhi atau mewarnai pertunjukan kesenian sintren atau lais
, menurut cerita babad cirebon para wali
mengembangkan agama Islam dengan memanfaatkan sarana kesenian tarmasuk sintren
sebagai salah satu kesesnian tradisional yang dijadikan media dakwah Islam di cirebon dan sekitarnya.
Pada zaman perkembangan agama Islam sangat banyak pesan pesan tersewlubung yang
mencerminkan falsafah agama islam , menurut penjelasan dari lebe waji dari desa
purwa winangun kecamatan kapetakan menjelaskan sebagai berikut :
- bodor dan dalang sintren /lais berjumlah 2 orang, melambangkan dua kalimat sahadat yaitu sahadat tauhid dan sahadat rosul .
- jenis waditra yang empat melambangkan iman , tauhid , marifat , islam.
- jumlah waditra yang ke 5 melambangkan rukun islam ada lima
- nayaga,pembawa lagu, pemain dll berjumlah 20 melambangkan sifat Allah yang 20 jumlahnya
- kurungan dan pemain sintren atau lais melambangkan badan jasmani yang pada waktunya dengan ketentuan yang maha kuasa badan jasmani akan di tinggalkan oleh ruhani seperti kurungan ditinggalkan oleh dalang sintren atau lais
- demikian pula pesan yang terdapat dalam syair lagu dibawah ini
waris lais terapenang sandangira
(dalang lais pasanglah pakainmu)
dunung
alah dunung (duh majikan)
sidununge
bahukiwa (majikane bahu kiri)
pengeran
kang lara tangis (tuhan kang mahapengasih , penyayang)
wari lais adalah dalang lais yang melambangkan mahkluk (umat
manusia). terapenang sandangira ,melambangkan segala kehendak, perilaku manusia. dunung adalah majikan,
melambangkan yang wajib di sembah yaitu Allah. sidununge bahu kiwa yang
dimaksud yaitu bahwa tuhan itu tidak jauh dengan kita, tuhan maha mengetahui
segala perbuatan kita, pangeran kang lara tangis yang dimaksud disini adalah
tuhan yang maha pengasih dan penyayang sebagi tempat kita mengabdi dan menohon
pertolongan Allah.
Sintren berkembang di daerah pesisir, tarian ini
mengandung unsur magic dengan musik berlaras Slendro dan Pelog serta syair lagu
berstruktur pengadegan. Melibatkan pemain sintren, Pawang sintren, nayaga, Juru
kawih rampak. Pemain Sintren Di ikat dengan tali dan di masukkan dalam kurungan setelah
beberapa menit kemudian pemain sintren akan berubah mengenakan kostum tari.
Juga melibatkan penonton yang bila melempar uang kepada sintren maka sintren
akan jatuh pingsan.
Kesenian sintren
merupakan kesenian yang dulunya digunakan sebagai media dakwah oleh para wali
songo seperti Sunan Kali Jaga dan Sunan Gunung Jati hingga sampai saat ini
kesenian sintren masih di pertontonkan sebagai warisan leluhur dan terus di
perkembangkan untuk dikenalkan kepada generasi-generasi muda, kesenian sintren
juga merupakan kesenian yang di pertunjukan sebagai tontonan dan tuntunan bagi
siapa saja yang melihatnya sehingga dalam setiap pertunjukannya terdapat simbol
dan makna yang selalu mengandung artian tersendiri seperti selalu di sisipkan
dengan makna keagamaan.
Kesenian sentren
merupakan kesenian yang terus berkembang dan terus mengalami
perubahan-perubahan di setiap zamannya dari segi pementasan sintren kini di
kemas lebih menarik lagi dan alat-alat musik yang dulunya hanya mengunakan alat-alat
sederhana seperti buyung, gentong, bambu untuk meniup api, dan sapu lidi kini
sudah dimodifikasi mengunakan musik organ, dan alat-alat musik khas lainnya.
Kesenian sintren ini dalam setiap pementasannya selalu mengandung unsur magis
atau mistis yang padahal hanyalah kemasan dari dalang-dalang sintren.
0 komentar:
Posting Komentar