Jumat, 20 Desember 2019

Kesenian Sintren Sebagai Media Dakwah




Asal muasal nama sintren salah satunya berasal dari kata sindir (bahasa indonesia sindir) dan tetaren (bahasa indonesia yang artinya pertanyaan melalui syair-syair yang perlu dipikirkan jawabannya) maksudnya adalah menyindir dengan mengunakan sajak-sajak atau syair-syair, sementara di wilayah Indramayu sintren disebut sebagai laris (dalam bahasa indonesia artinya suci) yang kependekan dari nama asalnya yang dalam bahasa Cirebon dialek Indramayu disebut sebagai wari laris ( dalam bahasa indonesia artinya air yang suci) yang dimaknai sebagai para pemuda dengan niat yang suci. Menurut masyarakat sekitar Sintren bersal dari dua kata yaitu Si yang berarti “sang” dan Tren yang berarti “putri”. Jika digabungkan dua kata tersebut Sintren yang artinya sang putri.
       Sintren atau lais adalah kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat biasa. Hal ini tampak jelas dari kesederhanaan pada alat atau waditra, perlengkapan, busana, syair lagu, dan tata cara pertunjukanya. Kesenian sintren, hidup dan berkembang mengikuti arus kemajuan jaman, serta dimanfaatkan menurut situasi dan kondisi serta kebutuhan zaman itu sendiri. Zaman pengaruh Hindu-Budha, zaman perkembangan perkembangan Islam, zaman penjajahan, zaman kemerdekaan dan zaman sekarang ini sangat mewarnai pertunjukan kesenian sintren.
 Pada zaman penyebaran agama Islam berbeda jauh dengan zaman pergerakan melawan penjajah, pada zaman pergolakan merebut kemerdekaan kesenian, sintren merupakan salah satu jenis kesenian yang dipergunakan sebagai alat perjuangan untuk mencapai cita-cita pertunjukanya berisi didikan yang berbentuk sandi (ungkapan terselubung), yang tersirat dan tersurat didalam lirik lirik lagu yang dinyanyikan. kesenian sintren sebagai seni tradisional warisan nenek moyang, didalamnya terkandung falsafah nilai nilai luhur yang mempunyai makna yang dalam dan turut memperkaya khasanah budaya bangsa kita.
                                                                                                                       
LATAR BELAKANG

Zaman animisme dan dinamisme
Menurut dugaan kesenian sintren atau lais pada zaman itu digunakan sebagai salah satu alat untuk mendekatkan diri dan berkomunikasi dengan arwah para leluhur . Hal ini  terlihat dalam pertunjukan kesenian sintren  selalu mengutamakan sarana sajian atau sesaji untuk dipersembahkan pada arwah leluhur mereka, agar mendapat perlindungan dan pertolongan dalam kehidupan didunia dan akhirat, menurut nyi wakayah , salah seorang tetua didesa bojong kecamatan kelangenan mengatakan bahwa pada zamanya sintren atau lais dipertunjukan untuk kepentingan berbagai masalah kehidupan baik yang bersifat umum maupun pribadi,  misalnya masalah nasib , musibah , usaha, pertanian, dan sebagainya. Menurut keyakinan mereka setiap permohonan mereka akan di kabulkan dengan turunya dewa dewi dari khayangan sebagi mana yang di ungkapkan dalam beberapa syair lagu seperti contoh dibawah ini :

Rame rame ta wari lais (rame rame pemain lais)
Widadari temurunan (bidadari turunlah )
Manuk puter pada muni (burung puter sama bunyi)
Perkutut manjing kurungan (burung perkutut masuk kurungan)

Sair diatas merupakan sisa kepercayaan lama yang turut mewarnai atraksi pertunjukan sintren atau lais ..

Zaman pengaruh hindu-budha

Pertunjukan sintren pada zaman Hindu Budha tercermin dalam lagu yang bersyair sbb :
Kembang jahe laos (bunga jahe laos)
Kecampur kembang kemuning (tercampur bunga kemuning)
Arep balik age elos (mau pulang silahkan pergi)
Mengkosore menea maning (nantisore kesini lagi)

Menurut ki katrok salah seorang kakek dibojong mengatakan bahwa kata balik (pulang) yang dimaksud dalam syair diatas artinya mati . kata menea maning (kesini lagi = kembali lagi ) maksudnya adalah hmenitis kembali atau lahir kembali , dalam keyakinan agama hindu budha manitis manuksa manjalma .

Zaman perkemabangan agama Islam

Priode zaman perkemabangan agama Islam lebih banyak mempengaruhi atau mewarnai pertunjukan kesenian sintren atau lais , menurut cerita babad cirebon para wali mengembangkan agama Islam dengan memanfaatkan sarana kesenian tarmasuk sintren sebagai salah satu kesesnian tradisional yang dijadikan media dakwah Islam di cirebon dan sekitarnya. Pada zaman perkembangan agama Islam sangat banyak pesan pesan tersewlubung yang mencerminkan falsafah agama islam , menurut penjelasan dari lebe waji dari desa purwa winangun kecamatan kapetakan menjelaskan sebagai berikut :

  1. bodor dan dalang sintren /lais berjumlah 2 orang, melambangkan dua kalimat sahadat yaitu sahadat tauhid dan sahadat rosul .
  2. jenis waditra yang empat melambangkan iman , tauhid , marifat , islam.
  3. jumlah waditra yang ke 5 melambangkan rukun islam ada lima
  4. nayaga,pembawa lagu, pemain dll berjumlah 20 melambangkan sifat Allah yang 20 jumlahnya
  5. kurungan dan pemain sintren atau lais melambangkan badan jasmani yang pada waktunya dengan ketentuan yang maha kuasa badan jasmani akan di tinggalkan oleh ruhani  seperti kurungan ditinggalkan oleh dalang sintren atau lais
  6. demikian pula pesan yang terdapat dalam syair lagu dibawah ini

waris lais terapenang sandangira (dalang lais pasanglah pakainmu)
dunung alah dunung (duh majikan)
sidununge bahukiwa (majikane bahu kiri)
pengeran kang lara tangis (tuhan kang mahapengasih , penyayang)

        wari lais adalah  dalang lais yang melambangkan mahkluk (umat manusia). terapenang sandangira ,melambangkan segala kehendak, perilaku manusia. dunung adalah majikan, melambangkan yang wajib di sembah yaitu Allah. sidununge bahu kiwa yang dimaksud yaitu bahwa tuhan itu tidak jauh dengan kita, tuhan maha mengetahui segala perbuatan kita, pangeran kang lara tangis yang dimaksud disini adalah tuhan yang maha pengasih dan penyayang sebagi tempat kita mengabdi dan menohon pertolongan Allah.

Sintren berkembang di daerah pesisir, tarian ini mengandung unsur magic dengan musik berlaras Slendro dan Pelog serta syair lagu berstruktur pengadegan. Melibatkan pemain sintren, Pawang sintren, nayaga, Juru kawih rampak. Pemain Sintren Di ikat dengan tali  dan di masukkan dalam kurungan setelah beberapa menit kemudian pemain sintren akan berubah mengenakan kostum tari. Juga melibatkan penonton yang bila melempar uang kepada sintren maka sintren akan jatuh pingsan. 
Kesenian sintren merupakan kesenian yang dulunya digunakan sebagai media dakwah oleh para wali songo seperti Sunan Kali Jaga dan Sunan Gunung Jati hingga sampai saat ini kesenian sintren masih di pertontonkan sebagai warisan leluhur dan terus di perkembangkan untuk dikenalkan kepada generasi-generasi muda, kesenian sintren juga merupakan kesenian yang di pertunjukan sebagai tontonan dan tuntunan bagi siapa saja yang melihatnya sehingga dalam setiap pertunjukannya terdapat simbol dan makna yang selalu mengandung artian tersendiri seperti selalu di sisipkan dengan makna keagamaan.
 Kesenian sentren merupakan kesenian yang terus berkembang dan terus mengalami perubahan-perubahan di setiap zamannya dari segi pementasan sintren kini di kemas lebih menarik lagi dan alat-alat musik yang dulunya hanya mengunakan alat-alat sederhana seperti buyung, gentong, bambu untuk meniup api, dan sapu lidi kini sudah dimodifikasi mengunakan musik organ, dan alat-alat musik khas lainnya. Kesenian sintren ini dalam setiap pementasannya selalu mengandung unsur magis atau mistis yang padahal hanyalah kemasan dari dalang-dalang sintren.





0 komentar:

Posting Komentar