Senin, 30 Desember 2019

sinten dalam tradisi dan modernitas




                Di tengah derasnya tekanan modernitas, produk budaya sebagai budaya adiluhung kreasi anak bangsa dipertahankan eksistensi dan keberlangsunggannya, modernitas adalah jargon yang di gunakan dalam ilmu humaniora dan ilmu social untuk menyambut sebuah periode sejarah (era modern) dan campuran norma, pelaku, dan praktik social-budaya tertentu yang muncul di eropa pasca-abad pertengahan dan berkembang di seluruh dunia sejak saat itu. Salah satunya adalah kesenian daerah “sintren” yang berkembang di sepanjang wilayah pantua jawa barat khususnya di Cirebon
            Kesenian sintren berawal dari cerita rakyat/legenda yang dipercayai oleh masyarakat tentang kisah cinta sulasih dengan raden sulandono, raden sulandono merupakan putra dari joko bahu atau dikenal sebagai ki bahurekso, bupati Kendal dengan dewi rantamsari atau bisa dikenal dengan sebagai dewi lanjar.
            Kesenian tari sintren dianggap unik, karena banyak yang mengatakan gerakannya di luar kesadaran akal sehat, diiringi lagu dan beberapa alat music sederhana. Seiring dengan perkembangan zaman sintren sebagai suatu seni adalah salah satu dari bagian kebudayaan yang terkena imbas arus modernitas. Bentuk-bentuk modernitas, misalnya tempat-tempat hiburan yang bersifat modern antara lain: bioskop, café, karoke, mall, dan sebagainya menggusur keberadaan kesenian sebagai alternativ hiburan yang mengandung unsur-unsur pendidikan dan pencerahaan, khususnya keseniaan tradisional.
            Keseniaan sintren kehilangan pamaornya antara lain karena masyarakatnya sendiri sudah tidak peduli pada kesenian sintren. Mereka beranggapan, pementasan kesenian tari sintren sudah tidak relevan denag perkembangan zaman.
            Namun demikiyan kebudayaan seni tari sintren tetap eksis karena adanya semangat para pelaku seni sintren yang berusaha menghidupkan kesenian sintren lebih dari sebuah “pengabdian” untuk melestarikan budaya warisan nenek moyang, atau ingin mempertahankan nilai-nilai kearifan yang tersimpan di dalamnya, sebagaimana yang dilakukan oleh anggota sanggar sekar bandan
            Perubahan kebudayaan pada suatu masyarakat tidak dapat dielakkan. Perubahan ini dimaksudkan sebagai wujud tanggapan manusia terhadap tantangan lingkungannya.
            Diakui atau tidak suatu masyarakat tidak akan pernah terbebas dari gejala perubahan yang berjalan sangat pesat, sehingga justru membinggungkan manusia itu sendiri. Gejala perubahan yang terjadi memiliki intensitas kuat memunculkan kekhawatiran bagaimana ketangguhan daya tangkal nilai-nilai masyarakat yang telah mapan menjadi goyah dan perlahan-lahan mengalami pemudaran.
            Namun demikian adanya dinamika masyarakat memberikan kesempatan kebudayaan untuk berkembang, sehingga dapat dikatakan bahwa kidak ada kebudayaan tanpa masyarakat, dan tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan sebagai wadah pendukungnya.
            Di tengah derasnya tekanan modernitas, produk budaya sebagai budaya adiluhung kreasi anak bangsa dipertahankan eksistensi dan keberlangsungannya, salah satunya adalah kesenian daerah “sintren” yang berkembang di sepanjang wilayah pantua jawa barat khususnya di Cirebon. Sintrenpun sepanjang salah satu kesenian daerah Cirebon tidak bebas dari pengaruh modernitas. Keberadaannya kini semakin langka ditekan derasnya modernisasi.
Nama sintren itu berasal dari suku kata si yang berarti dia dan tren yang berarti yang merupakan panggilan dari seorang putri. tarian sintren berasala dari pulau jawa khususnya di Cirebon. Tetapi di beberapa daerah lain juga diketahuhi mempunyai tarian yang sama. Misalnya di indaramayu, majalengka, banyumas, kuningan, tegal, pemalang, dan wilayah  jawa tengah yang lain. Kota-kota yang mempunyai tarian sintren yang diatas tidak memiliki  perbedaan yanag mencolok.
            Sebelum pertunjukan, biasanya diawali dengan tabuhan gamelan sebagai tanda akan dimulainya pertunjukan keseniaan sintren dan dimaksudkan untuk mengumulkan masa atau penonton. Biasanya datang bergerombol dan menempatkan diri dengan mengelilingi area, disebut dengan koor lagu-lagu dolanan anak-anak jawa, sepert lir-ilir, cublek-cublek suweng, padang rembulan dan sebagainya.
            Setelah dilakukan pembakaran “dupa”, yaitu acara berdoa bersama-sama diiringi membakar kemenyan dengan tujuan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selamat pertunjukan terhindar dari marahbahaya. bahkan sebelumnya perlu dilakukan acara ritwal selama 40 hari terhadap penari sintren untuk mencapai kesempurnaan penampilannya.
Tarian ini ada beberapa property seperti karung besar betuk karung yang melengkung berusah meninggkatkan pada manusia yang menyaksikan bahw bentuk melengkung itulah bentuk dari fase hidup manusia dimana manusia dari bawah akan berusha menuju puncak, namun setelah berada di puncaknya manusuia akan kembali menjadi tanah, dilahirkan dalam keadan lemah akan kembali pada keadaan yang lemh pula, sajen, tali, duit (uang) uang mempunyai makna di dalam kehidupan manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah ke duniawi akan membuat manusia jatuh, dan kemenyan sebagai doa pemanggilan roh bidadari. Sebelumya tanggalnya di ikat terlebuh dahulu okeh semua pawang dalam keadaan tidak berdandan. Kemudian, sang pawang memasukan gadis tersebut kedalam karung yang sempit. Ajaibnya, setelah karung bergetar, si gadis penari pun keluar dari dalam karung sempit itu, dengan penamilan yang berbeda dari sebelumnya. Penampilannya sudah keadaan berdandan cantik dengan menggunakan kacamata hitam. Penari sintren ini menari tanpa kendali atau menari dalam keadan seperti orang kesurupan karena sudah dimasukan roh bidadari. Tarian sintren juga di Iringan music tradisional  seperti dending dan tata rias disimbolkan bahwa si penari atau si gadis tersebut telah dikendalikan oleh roh bidadari.
Ritwal pertama sebelum menari adalah dilakukannya ritwal dupan yaitu melakukan doa bersama agar dilindunggi dari marahbahaya kepada tuhan selama pertujukan berlangsung. Ada beberapa bagaian dalam pertujukan tari sintren yaitu Seorang pawang yang menyiapkan gadis sebagai penari disebut puripurna, balangan dan temohan. Bagian paripurna adalah bagian dimana pawang menyiapkan seorang yang akan di jadiakan sintren dengan di temani empat pemain sebagai pendamping atau pendamping. Ketika penonton melemparkan uang ke arah sintren biasanya sintren langsung pingsan di tengah-tengah gerakan dan melanjutakn kembali saat pawang membaca mantra. Lalu melanjutkan kembali untuk menari.
Tarian sintren pada mulanya dipenaskan pada waktu yang sunyi di saat malam bulan pernama karena kesenian ini berhubungan dengan roh  yang masuk ke dalam sang penari, namun kini pementasaan tari sintren tidak lagi dilakukan pada malam bulan purana melainkan dapat juga dipentaskan pada  siang hari dan bertujuan untuk menghibur wisatawan, tarian sintren ini juga sering dipentaskan pada acara tertentu seperti acaran pernikaha, khitanan atau hajatan.
            Dahulu pertunjukan sintren sering dilakukan oleh para juragan padi sesaat setelah panen, sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan pertanianya atau pada musim kemarau untuk meminta hujan, maka dalam pertunjukannya akan dilantunkan lagu yang syairnya memohon agar di turunkan hujan. Namun kini pertunjukan sintren sangat jarang. Dahulu masih sering menjumpai warga yang menanggap pertunjukan seni tari sintren, kini sangat sulit menjumpainya. Pertunjukan sintren kini dilakukan secara berkeliling dari satu tempat ke tempat lain oleh pelaku seni sintren.
            Secara histoeis makna modernitas menngacu pada transformasi social, politik, ekonomi, cultural, dan mental yang terjadi di Barat sejak abad ke-16 dan mencapai puncaknya pada abad 19 dan 20. Dari sudut pandang ini perkembangan masyarakat terjadi melalui proses peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern.
            Sintren sebagai suatu seni adalah salah satu dari bagian kebudayaan yang terkena imbas arus modernitas, yang tidak tersaring secara ketat menyebabkan proses akulturasi budaya berjalan dengan lancer. Benduk-bentuk modernitas, misalnya tempat-tempat hiburan yang bersifat modern antara lain: bioskop, café, karoke, mall, dan sebagainya menggusur keberadaan kesenian sebagai alternative hiburan yang mengandung unsur-unsur pendidikan dan pencerahan, khususnya kesenian tradisional.
           

0 komentar:

Posting Komentar