Di
tengah derasnya tekanan modernitas, produk budaya sebagai budaya adiluhung
kreasi anak bangsa dipertahankan eksistensi dan keberlangsunggannya, modernitas
adalah jargon yang di gunakan dalam ilmu humaniora dan ilmu social untuk
menyambut sebuah periode sejarah (era modern) dan campuran norma, pelaku, dan
praktik social-budaya tertentu yang muncul di eropa pasca-abad pertengahan dan
berkembang di seluruh dunia sejak saat itu. Salah satunya adalah kesenian
daerah “sintren” yang berkembang di sepanjang wilayah pantua jawa barat
khususnya di Cirebon
Kesenian
sintren berawal dari cerita rakyat/legenda yang dipercayai oleh masyarakat
tentang kisah cinta sulasih dengan raden sulandono, raden sulandono merupakan
putra dari joko bahu atau dikenal sebagai ki bahurekso, bupati Kendal dengan
dewi rantamsari atau bisa dikenal dengan sebagai dewi lanjar.
Kesenian
tari sintren dianggap unik, karena banyak yang mengatakan gerakannya di luar
kesadaran akal sehat, diiringi lagu dan beberapa alat music sederhana. Seiring
dengan perkembangan zaman sintren sebagai suatu seni adalah salah satu dari
bagian kebudayaan yang terkena imbas arus modernitas. Bentuk-bentuk modernitas,
misalnya tempat-tempat hiburan yang bersifat modern antara lain: bioskop, café,
karoke, mall, dan sebagainya menggusur keberadaan kesenian sebagai alternativ
hiburan yang mengandung unsur-unsur pendidikan dan pencerahaan, khususnya
keseniaan tradisional.
Keseniaan
sintren kehilangan pamaornya antara lain karena masyarakatnya sendiri sudah
tidak peduli pada kesenian sintren. Mereka beranggapan, pementasan kesenian
tari sintren sudah tidak relevan denag perkembangan zaman.
Namun
demikiyan kebudayaan seni tari sintren tetap eksis karena adanya semangat para
pelaku seni sintren yang berusaha menghidupkan kesenian sintren lebih dari
sebuah “pengabdian” untuk melestarikan budaya warisan nenek moyang, atau ingin
mempertahankan nilai-nilai kearifan yang tersimpan di dalamnya, sebagaimana
yang dilakukan oleh anggota sanggar sekar bandan
Perubahan
kebudayaan pada suatu masyarakat tidak dapat dielakkan. Perubahan ini
dimaksudkan sebagai wujud tanggapan manusia terhadap tantangan lingkungannya.
Diakui
atau tidak suatu masyarakat tidak akan pernah terbebas dari gejala perubahan
yang berjalan sangat pesat, sehingga justru membinggungkan manusia itu sendiri.
Gejala perubahan yang terjadi memiliki intensitas kuat memunculkan kekhawatiran
bagaimana ketangguhan daya tangkal nilai-nilai masyarakat yang telah mapan menjadi
goyah dan perlahan-lahan mengalami pemudaran.
Namun
demikian adanya dinamika masyarakat memberikan kesempatan kebudayaan untuk
berkembang, sehingga dapat dikatakan bahwa kidak ada kebudayaan tanpa
masyarakat, dan tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan sebagai wadah
pendukungnya.
Di
tengah derasnya tekanan modernitas, produk budaya sebagai budaya adiluhung
kreasi anak bangsa dipertahankan eksistensi dan keberlangsungannya, salah
satunya adalah kesenian daerah “sintren” yang berkembang di sepanjang wilayah
pantua jawa barat khususnya di Cirebon. Sintrenpun sepanjang salah satu kesenian
daerah Cirebon tidak bebas dari pengaruh modernitas. Keberadaannya kini semakin
langka ditekan derasnya modernisasi.
Nama sintren itu berasal dari
suku kata si yang berarti dia dan tren yang berarti yang merupakan
panggilan dari seorang putri. tarian
sintren berasala dari pulau jawa khususnya di Cirebon. Tetapi di beberapa
daerah lain juga diketahuhi mempunyai tarian yang sama. Misalnya di indaramayu,
majalengka, banyumas, kuningan, tegal, pemalang, dan wilayah jawa tengah yang lain. Kota-kota yang
mempunyai tarian sintren yang diatas tidak memiliki perbedaan yanag mencolok.
Sebelum
pertunjukan, biasanya diawali dengan tabuhan gamelan sebagai tanda akan
dimulainya pertunjukan keseniaan sintren dan dimaksudkan untuk mengumulkan masa
atau penonton. Biasanya datang bergerombol dan menempatkan diri dengan
mengelilingi area, disebut dengan koor lagu-lagu dolanan anak-anak jawa, sepert
lir-ilir, cublek-cublek suweng, padang rembulan dan sebagainya.
Setelah
dilakukan pembakaran “dupa”, yaitu acara berdoa bersama-sama diiringi membakar
kemenyan dengan tujuan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
selamat pertunjukan terhindar dari marahbahaya. bahkan sebelumnya perlu
dilakukan acara ritwal selama 40 hari terhadap penari sintren untuk mencapai
kesempurnaan penampilannya.
Tarian ini ada beberapa property seperti karung besar betuk karung yang melengkung berusah meninggkatkan
pada manusia yang menyaksikan bahw bentuk melengkung itulah bentuk dari fase
hidup manusia dimana manusia dari bawah akan berusha menuju puncak, namun
setelah berada di puncaknya manusuia akan kembali menjadi tanah, dilahirkan
dalam keadan lemah akan kembali pada keadaan yang lemh pula, sajen, tali, duit (uang) uang mempunyai makna di dalam kehidupan
manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah ke duniawi akan
membuat manusia jatuh, dan kemenyan
sebagai doa pemanggilan roh bidadari. Sebelumya tanggalnya di ikat terlebuh
dahulu okeh semua pawang dalam keadaan tidak berdandan. Kemudian, sang pawang
memasukan gadis tersebut kedalam karung yang sempit. Ajaibnya, setelah karung
bergetar, si gadis penari pun keluar dari dalam karung sempit itu, dengan
penamilan yang berbeda dari sebelumnya. Penampilannya sudah keadaan berdandan
cantik dengan menggunakan kacamata hitam. Penari sintren ini menari tanpa
kendali atau menari dalam keadan seperti orang kesurupan karena sudah dimasukan
roh bidadari. Tarian sintren juga di Iringan music tradisional seperti dending
dan tata rias disimbolkan bahwa si penari atau si gadis tersebut telah
dikendalikan oleh roh bidadari.
Ritwal pertama sebelum menari adalah dilakukannya ritwal dupan yaitu
melakukan doa bersama agar dilindunggi dari marahbahaya kepada tuhan selama
pertujukan berlangsung. Ada beberapa bagaian dalam pertujukan tari sintren
yaitu Seorang pawang yang menyiapkan gadis sebagai penari disebut puripurna,
balangan dan temohan. Bagian paripurna adalah bagian dimana pawang menyiapkan
seorang yang akan di jadiakan sintren dengan di temani empat pemain sebagai
pendamping atau pendamping. Ketika penonton melemparkan uang ke arah sintren
biasanya sintren langsung pingsan di tengah-tengah gerakan dan melanjutakn
kembali saat pawang membaca mantra. Lalu melanjutkan kembali untuk menari.
Tarian
sintren pada mulanya dipenaskan pada waktu yang sunyi di saat malam bulan
pernama karena kesenian ini berhubungan dengan roh yang masuk ke dalam sang penari, namun kini
pementasaan tari sintren tidak lagi dilakukan pada malam bulan purana melainkan
dapat juga dipentaskan pada siang hari
dan bertujuan untuk menghibur wisatawan, tarian sintren ini juga sering
dipentaskan pada acara tertentu seperti acaran pernikaha, khitanan atau
hajatan.
Dahulu
pertunjukan sintren sering dilakukan oleh para juragan padi sesaat setelah
panen, sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan pertanianya atau pada
musim kemarau untuk meminta hujan, maka dalam pertunjukannya akan dilantunkan
lagu yang syairnya memohon agar di turunkan hujan. Namun kini pertunjukan
sintren sangat jarang. Dahulu masih sering menjumpai warga yang menanggap
pertunjukan seni tari sintren, kini sangat sulit menjumpainya. Pertunjukan
sintren kini dilakukan secara berkeliling dari satu tempat ke tempat lain oleh
pelaku seni sintren.
Secara
histoeis makna modernitas menngacu pada transformasi social, politik, ekonomi,
cultural, dan mental yang terjadi di Barat sejak abad ke-16 dan mencapai
puncaknya pada abad 19 dan 20. Dari sudut pandang ini perkembangan masyarakat
terjadi melalui proses peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat
modern.
Sintren
sebagai suatu seni adalah salah satu dari bagian kebudayaan yang terkena imbas
arus modernitas, yang tidak tersaring secara ketat menyebabkan proses
akulturasi budaya berjalan dengan lancer. Benduk-bentuk modernitas, misalnya
tempat-tempat hiburan yang bersifat modern antara lain: bioskop, café, karoke,
mall, dan sebagainya menggusur keberadaan kesenian sebagai alternative hiburan
yang mengandung unsur-unsur pendidikan dan pencerahan, khususnya kesenian
tradisional.
0 komentar:
Posting Komentar