Senin, 30 Desember 2019

Menganalisis tarian sintren sebagai media dakwah



Secara etimologi kata “media” berasal dari bahasa latin, yaitu “medius” yang artinya “tengah, perantara atau pengantar”. Istilah media pada umumnya merujuk pada suatu yang di jadikan sebagai wadah, alat, atau sarana untuk melakukan komunikasi. Media adalah suatu sarana atau alat perantara yang dapat berfungsi untuk menyalurkan pesan atau informasi dari suatu sumber ke peneriman pesan. Menurut para ahli media adalah suatau alat bantu yang dapat di gunakan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan.

Ø Secara umum, media memiliki fungsi diantaranya adalah :
1.     Sebagai sarana informasi kepada masyarakat.
2.     Membantu mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera.
3.     Sebagai sarana untuk mengekspresikan pendapat, ide, dan gagasan kepada khalayak.
4.     Sebagai sarana untuk mendapatkan hiburan, relaksasi, dan pengalihan perhatian dari keterangan sosial.
5.     Sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat secara umum, dan bagi para siswa secara khusus.
6.     Sebagai sarana untuk melakukan pengawasan atau kontrol sosial bagi masyarakat.

Ø Jenis-jenis media
1.        Media Audio, merupakan jenis media yang melibatkan indera pendengaran (telinga) yang memanipulasi kemampuan suara. Pesan yang dapat disampaikan dalam media audio adalah pesan verbal (bahasa lisan atau kata-kata) dan non-verbal (musik, vokalisasi, bunyi-bunyian lainnya).
2.        Media visual, merupakan jenis media yang melibatkan indera penglihatan (mata). Beberapa media visual di antaranya :
a.      Media visual verbal, berisi pesan verbal atau pesan linguistik berbentuk tulisan. Misalnya, buku, majalah, surat kabar, dan lainnya.
b.     Media visual grafis, merupakan media visual yang berisi pesan non-verbal dimana pesan berupa simbol-simbol atau unsur-unsur grafis. Misalnya sketsa, foto, gamabr, diagram, peta, dan lain sebagainya.
c.      Mredia visual non-cetak, merupakan media visual yang berisi pesan dalam bentuk tiga dimensi. Misalnya diorama, miniatur, model, dan lain sebagainya.
3.        Media audio visual, adalah jenis media yang melibatkan indera pendengaran dan indera penglihatan secara bersamaan dalam satu proses. Pesan yang di salurkan pada jenis media ini bersifat verbal dan non-verbal.misalnya film drama, film dokumenter, dan lain sebagainya.
Sementara, dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis aqidah, syari’at dan akhlak islam. Dakwah merupakan masdardari kata kerja da’a yad’u yang berarti panggilan, seruan, atau ajakan.
          Jadi media dakwah adalah salah satu komponen dakwah yang perlu di kembangkan untuk mencapai tujuan tertentu. Media dakwah juga sebagai sarana atau alat untuk mempercepat ide-ide dakwah agar dapat di pahami dan di terima oleh mad’u. Oleh karena itu, media dakwah perlu menjadi perhatian para pelaksana dakwah. Kepiawaian juru dakwah yang tepat akan memudahkan penyampaian dakwah atau berita yang akan di sampaikan. Bentuk-bentuk media dakwah antara lain Lisan (seperti khutbah, nasehat, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, seminar, dan lain senagainya), Tulisan (seperti buku-buku, majalah, surat kabar, kuliah-kuliah tertulis, spanduk dan lain sebagainya), Lukisan (seperti gambar-gambar hasil seni lukis, foto, film, cerita, dan lain sebagainya), Audio Visual (seperti suatu cara penyampaian yang sekaligus merangsang penglihatan dan pendengaran), Akhlak ( perilaku yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dapat di jadikan media dakwah), dan yang terkahir Budaya (kebiasaan yang dimanfaatkan untuk media dakwah).
Menurut pembina Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati, Sintren jika di tinjau dari awal kemunculannya pada masa animisme hingga masa hindu-budha Sintren di gunakan sebagai media untuk mendeaktkan diri dan berkomunikasi dengan arwah para leluhur atau para dewi-dewi yang di anggap memilki kekuasaan tertinggi di alam jagat raya. Hal ini dapat di buktikan dari bentuk praktek pertunjukannya yang selalu disandingkan dengan  menggunakan sesajen, dupan, kemenyan dengan tujuan agar mereka dapat memohon perlindungan dan pertolongan secara lebih sakral.
Selain dari pada itu, Sintren juga di pertunjukkan sebagai salah satu media sosial untuk menghibur berbagai masalah kehidupan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat pribadi, menurut keyakinan mereka setiap permohonan atau hajar hanya dapat di kabulkan melalui ritual-ritual tersebut. Kemudian pada menghadapi tantangan, dan telah di ketahui bersama bahwa langkah para wali dalam rangka menyebarkan agama islam ke daerah-daerah di lakukan dengan cara pendekatan kulkur dan budaya, mengingat watu pada saat itu masyarakat masih kuat memegang teguh adatistiadat agama terdahulunya.
Dengan kecerdikan dan kecerdasan, para ahli memanfaatkan kesenian sintren ini untuk menyiapkan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat, sehingga ajaran-ajaran Islam dapat di terima tanpa menimbulkan banyak konfrontasi dan pertumpahan darah.
Dengan cara asimilasi ini ajaran Islam mulai di serap sedikit demi sedikit oleh masyarakat dan menjadi perunjukan yang banyak mengandung nilai-nilai falsafat, diantarnya :
1.     Pemeran utama Sintren, yaitu lais atau Sintren dan dalang berjumlah 2 orang melambangkan 2 kalimat syahadat yakni syahadat tauhid dan syahadat Rasul.
2.     Jenis waditra (pemusik) yang 4 melambangkan 4 iman, tauhid, ma’rifar, Islam.
3.     Jumlah Nayaga yang 5 melambangkan rukun Islam yakni, syahadat,sholat, zakat,puasa, serta haji.
4.     Pembawa lagu, pemain dan lain-lain berjumlah 20 orang melambangkan sifat-sifat Tuhan yang 20 jumlahnya.
5.     Kurungan dan lais/sintren melambangkan badan jasmani dan rohani, yang pada waktunya akan di pisahkan atas kehendak Yang Maha Kuasa seperti kurungan yang ditinggalkan olrh lais (pemain Sintren)
6.     Demikian pula pesan yang terdapat dalam syair-syair Sintren, semuanya mengandung falsafah hidup yang cukuo dalam dan harus di sampaikan kepada penonton karena mengandung hikmah dan tata nilai luhur.
Dengan demikian, Sintren merupakan salah satu kesenian yang mempunyai makna simbolik tinggi di tampilkan dan di ajarkan guna mendidik generasi muda, serta membentuk karakter bangsa yang memiliki peradaban tinggi relevan dengan perkembangan zaman.
Analisis nilai-nilai dakwah dalam pertunjukan Sintren Di Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon. Nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Esensi di sini belum berarti sebelum di butuhkan oleh manusia tetapi tidak berarti adanya esensi karena adanya manusia yang membutuhkan, hanya saja kebermaknaan esensi tersebut semakin mengikat sesuai dengan peningkatan daya terhadap  dan pemaknaan manusia sendiri.
 Sintren berasal dari dua suku kata “si” dan “tren”, Si dalam bahasa jawa “ia” atau dia, dan “tren” berarti “tri” atau panggilan dari kata “putri”, sehingga sintren adalah siputri yang menjadi obyek utama dalam pertunjukan sintren. Ada juga yang menafsirkan bahwa sintren berasal dari kata sesantrian, yang artinya meniru pelaku dan cara berpakaiannya
Sintren merupakan suatu bentuk kesenian alternatif kolaborasi anatar seni drama dan seni tari, pertunjukan sintren bisa memiliki banyak arti tergantung siapa yang melihat dan menikmatinya. Sintren juga merupakan kesenian yang sarat akan simbol-simbol yang bermakna dan berfungsi mengarahkan pemahaman subyek (pemain) pada obyek (penonton)

0 komentar:

Posting Komentar