Senin, 23 Desember 2019

Kesenian Dan Kebudayaan Cirebon


 Kesenian Cirebon merupakan bentuk alkulturasi budayan. Hindu-Budha yang tumbuh di jawa dan sunda yang saling tumpang tindih yang dipengaruhi oleh letak geografis dan sejarah dimana Cirebon sebagai pusat perdagangan asing pada masanya yang menyebabkan ke beragaman budaya dan seni yang dipengaruhi oleh budaya-budaya bangsa asing yang pernah masuk ke Cirebon. Dan setiap kesenian dan ada selalu memiliki lambang-lambang khas yang menghiasi benda kesenian tersebut yang memiliki makna kegagamaan. Pola-pola abstrak seperti bentuk swastika atau wajak,ragam hias hayat dan dan bentuk batu karang yang bergay khas yang dinamakan wadas, merupakan semua lambaang kehidupan kerohanian dan orgaanis sebelum Hindu masuk ke pulau jawa. Kesenian ini juga banyak di gunakaan sebagai dalam proses penyebaran agama islam.Wali sanga misalnya, para wali ini menggunakan kesenian sebagai mediaa dakwah untuk mencapai hati nurani rakyat kesenian yang awal mulanya hanya sebuah nontonan disitu diselipi nilai-nilai keagamaan sehingga selain sebagai hiburan kesenian ini merupakan tuntunan bagi siapa yang melihatnya yang memiliki makna keagma.

         Banyak kesenian yang ada di Cirebon contohnya Seni musik, tari, seni lukis, seni pahat, dan aristektur telah mencapai dimensi- dimensi baru yang kini kesenian tersebut terus dikembangkan dan dilestarikan oleh para remaja sebagai warisan leluhur.Budaya Cirebon adalah sebuah entitas yang khas dan unik, tidak bisa diabaikan begitu saja dalam kajian kebudayaan etnis di Indonesia. Kondisi geografisnya sangat memungkinkan terjadinya persilangan budaya, terutama budaya Sunda, Jawa, Cina, Arab, India, dan terakhir budaya Barat yang diterima dengan penuh bangga oleh kaum muda.Masa-masa kolonial dan pemaksaan sikap feodalistik telah menimbulkan suatu sikap Resistence of Colonised perlawanan si terjajah terhadap coloniser (penjajah). Posisi Geopolitik Cirebon memaksakan keharusan kepemimpinan yang kuat, ”lemah berarti bencana”. Di tengah dua kekuatan politik dan militer (Mataram dan Belanda) dan dua kekuatan kultural (Sunda dan Jawa) yang sebagai the other. Sikap egaliternya merasa diinjak-injak, tak mampu melakukan perlawanan fisik karena kehilangan daya organisasinya. Wong Cherbon melakukan pemerdekaan kultural.
 Dengan mencomot bagian-bagian budaya para penghimpitnya, lahirlah suatu kultur yang diakui sebagai jati diri wong Cherbon, tanpa membuat para penghimpitnya tersinggung, karena sikap konfrontasinya dihilangkan dan karakteristik koeksistensi dan kooperasinya dikedepankan. Cirebon pun menjadi khas pada bahasanya, keseniannya, tradisinya dan ide-ide yang diyakinkannya. Lahirlah tarling untuk menyatakan dirinya sejajar dalam koeksistensinya dengan Barat dicontohnya gitar, ditaklukannya dia lalu dimasukannya kedalam sistem nilai timur ( gamelan ), untuk kemudian betul-betul menjadi Cirebon. Lahir pula seni Burok dengan ditingkahi musik dog-dog, ia adalah Cirebon yang lahir dari Trans Kultural dengan angka persilangan budaya didalamnya, Burok walaupun dalam perwujudannya lahir dari sinkretisme Agama kultur Hamiyah-Samiyah (AD, AL Marzdedek, Parasit Akidah), ia dianggap mewakili Islam. Macan mewakili kultur keberanian dan kegagahan Siliwangi dan Cirebon, gajah akulturasi dari Hindu, kadang-kadang dalam seni Burok ini ditampilkan barongan (dari barongsai) tapi dengan pemain tunggal, bolehlah ia dianggap mewakili budaya Cina.
 Pada tahap perkembangan tahun 1970-an seni burok diiringi musik tambahan gitar dengan iringan pujian Shalawat dan lantunan syair-syair Berjanzi lalu seiring perkembangan zaman seni ini termarjinalkan karena serbuan industri hiburan moderen. Nasibnya sama dengan tarling. Kedua kesenian ini kemudian bermetamorfose. Burok memadukan dog-dognya dengan dangdut, bahkan nuansa dangdutnya lebih dominan. Tarlingpun menjadi tarling dangdut lalu berkembang menjadi dangdut Cirebonan. Namun perkembangan seni yang semula penuh makna simbolis filosofi religi, kini hanya mengedepankan nilai hiburannya saja, terdegredasi, mubadzir dan nilai rendah jauh dari agama dan kesantunan budaya asli Cirebon. Keduanya masih tetap Cirebon, tapi Cirebon yang sudah tercabut dari akarnya, semula dibangun sebagai bentuk pembebasan diri atau pemerdekaan, sekarang kembali jatuh menjadi kultur Subaltern (bawahan /jajahan) budaya lain. Kota Cirebon memiliki berbagai seni dan budaya tradisional khas yang bernuansa Islam serta bercirikan tentang kehidupan dan perjuangan. Kota Cirebon juga memiliki event-event tradisional yang hingga saat ini masih dilaksanakan, seperti sedekah bumi/Mapag sri, Nadran (sepanjang wilayah pantai utara) dan muludan (setiap bulan maulid di kalender Islam).
 Kebudayaan yang ada di Kota Cirebon sebenarnya memiliki potensi yang sangat potensial untuk dikembangkan sehingga dapat diberdayakan menjadi nilai tinggi yang dapat dilestarikan dan dapat disajikan nilai komoditas pariwisata sebagai daya tarik tersendiri di Kota Cirebon.Kesenian, tradisi dan unsur-unsur nilai budaya yang amat luhur sebagai faktor penunjang dalam menyokong pembangunan di wilayah Kota Cikental rebon. Budaya yang cenderung religius berbaur dengan budaya Keraton yang bernuansa kerajaan sangat khas dan amat menonjol sebagai ciri khas yang amat di Cirebon. Masih banyak kesenian dan budayaan khas Cirebon yang banyak mengandung makna dan simbol yang bertujuan untuk penyebaran ajaran agama islam pada masanya.

                                                 
       

0 komentar:

Posting Komentar