Minggu, 29 Desember 2019

Pagelaran Sintren


              Pada mulanya dipagelaran Sintren pakaian yang digunakan oleh penari sintren bukanlah baju golek seperti yang ada sekarang ini, pada masa lalu daerah-daerah dalam lingkungan budaya Cirebon masih seperti Kabupaten Kuningan dan Kabupateng Cirebon masih menggunakan kebudayaan sebagai pakaian utama penarinya sebelum dikemudian hari sebagai kelompok tari sintren mengubah pakaiannya menjadi baju golek. Struktur pertunjukannya pun memiliki struktur yang berbda-beda pada setiap desa yang memiliki kesenian Sintren, hal ini disebabkan adanya nilai-nilai lokal dan estetika pertunjukan yang berusaha ditampilkan pada wilayah tersebut.
              Pagelaran Sintren yang ada diwilayah kabupaten dan kota Cirebon  sangat erat kaitannya dengan dakwah islam dikarenakan dekatnya wilayah ini dengan pusat kesultaan Cirebon di kota Cirebon.
          Pakaian dan alat musik , pada masa lalu diwilayah kabupaten Cirebon busana yang digunakan oleh penari sintren berupa Kebaya untuk atasannya dengan kain batik liris dan celana Cinde (celana yang panjangnya sampai ke lutut sebagai bahawannya, serta jamang (hiasan rambut), kaos kaki dan kacamat hitam sebagai pelengkapnya, tidak hanya itu, pada masa lalu alat musik yang mengiringi pagelaran sintren merupakan jenis-jenis alat musik yang terbilang sederhana, diantaranya adalah:
  • Buyung, alat musik semacam gendang yang terbuat dari tanah liat dengan ditutupi lembaran karet diatasnya. Penggunaan alat musik buyung inilah yang melatar belakangi sebagaian penari sintren pada masa lalu tersebut sebagai ronggeng buyung (ronggeng yang diiringi oleh alat musik buyung)
  • Tutukan, alat musik yang terbuat dari bambu panjang dan besar yang pada masanya sekarang disamakan fungsinya dengan alat musik bas.
  • Bumbung, alat musik yang terbuat dari ruas-ruas bambu berukiran kecil yang pada masa sekarang disamakan fungsinya dengan gitar melodi atau sejenisnya.
  • Kendi, alat musik yang terbuat dari tanah liat yang berfungsi sama dengan gong.
  • Keckek, alat musik yang berfungsi sebagai pengatur ritme nada.
     Pada perkembangannya masa-masa kemuadian, baju penari sintren kemuadian berubah manjadi mengenakan baju golek yakni pakaian yang mirip dengan yang dikenakan oleh wayang golek sebagai atasannya, namun bawahannya tetap menggunakan kain batik dan celannya cinde serta masih menggunakan jamang, kaos kaki dan kacamata hitam sebagai pelengkapannya, perubahan tidak hanya terjadi pada bentuk pakaiannya saja, instrumen pengiringnya juga bertambah dari yang tadinya hanya berisikan buyung, tutukan, bumbung, kendi dan kecrek kemuadian dilengkapi dengan penambahan instrumen gamelan Cirebon sebagai pelengkapnya. 
            Struktur Pagelaran, struktur pagelatan kesenian sintren yang ada diwilayah dan kota cirebon berusaha untuk memperlihatkan simbol-simbol pengajaran islam masyarakat dengan cara yang saksama pada setiap adegannya.
            
          Struktur pembuka, Pagelaran kesenian sintre di wilayah kabupaten dan kota Cirebon biasanya dimulai dengan pesinden melantunkan syair, 

Turun-turun sintren (Datang- datang sintren)
Sintrene widadari (sintrennya bidadari)
Nemu kembang yun ayunan (nemu kembang hendak dibawa kemana?)
Nemu kembang yun ayunan (nemu kembang hendak dibawa kemana?)
Kembang putri Mahendra (kmebangnya putri mahendra)
Widadari temurunan (bidadari sedang datang)
          
          Yang diiirngi dengan masuknya Ki dalang Sintren bersama penarinya, yang dilanjutkan dengan sintren yang diikat dengan rantai dan gulungan dengan tikar, ujing tikar kemudian diarahkan ke Ranggap (kurungan ayam) agar penari Sintren tahu dimana posisinya, tidak seperti yang terjadi pada pagelaran Sintren di Kecamatan Cibingbin, Kabupate Kuningan dimana bpenari Sintrennya dapat mengetahui letak Ranggap nya sendiri dan kemudian merangkak kedalamnya kedalam Ranggap
          
              Adegan keluar Raggap dan Syair Ya Robbana (Ya Allah swt), setelah penari Sintren yang ada didalam Ranggap hendak keluar dari kurungan, maka pesinden melanjutkan syair Ya Robbana (Ya Allah swt) yang merupakan kutipan dari surat Al-Araf ayat 3 sekaligus ajakan untuk bertaubat seperti berikut, 

Ya Robbana, robbana, robbana (Ya Allah swt)
Ya robbana zhalamna anfusana (Ya Allah swt kami telah menganiaya diri kami)
Wa inlam tagfirlana (dan jika engkau tidak mengamouni kami)
Wa tarhamna lanakunana (dan tidak memberik rahmat kepada kami)
Min al-khosirin (niscaya, pasti kami termasuk orang-orang yang merugi)
          
          Kemuadian penari sudah keluar dengan pakaian yang telahh berubah, dari baju keseharian menjadi baju golek lengap dengan batik, cinde, jamang, kaos kaki dan kacamat.

            Adegan lempar uang, setelah penari sintren melakukan dan prosesi melempar uang pun dilakukan, pada proses ini ketika penari bersentuhan dengan uang yang dilempar masyarakat, maka dia akan  lemas dan tidak berdaya, yang memberikan pesan kepada nasyarakat bahwa didalam kehidupan manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah akan membuat manusia jauh.
             Adegan Penutup, pada adegan penutup , setelah jatuh berkali-kali pada proses pelemparan uang, penari sintren kemuadian didudukan dan dikurung lagi dengan Ranggap, sementara pesinden melantunkan syair Kembang Kilaras./Pagelaran kemuadian berakhir dengan dibukanya Ranggap oleh Ki dalang sintren sementara penarinya telah kembali sadar dan ganti pakaian menjadi baju keseharian.















          

0 komentar:

Posting Komentar